Latest Post

  • Author
    Posts
  • #216093046

    Anonymous
    Assalamualaikum, bolehkah seorang muslim memberi hadiah ( pohon natal, santa claus,dan pernak pernik lampu natal) di hari natal di hari natal orang Nasrani. Sukron
    #216093136
    Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
    Inayah dan kelembutan Nya swt semoga selalu tercurah pada hari hari anda,
    Saudaraku yang kumuliakan, diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra memberikan hadiah baju indah kepada keluarganya yang non muslim di Makkah, beliau saat itu di Madinah, memberikan baju itu pada Nabi saw dan nabi saw berkata : “Baju ini adalah bagi mereka yang tak berakhlak” karena terbuat dari sutra, lalu Rasul saw berkata : “juallah dan kau mendapat faidah”, maka Umar ra memberikannya pada kerabatnya yang non muslim di Makkah. (shahih Bukhari).
    Hal ini menunjukkan bolehnya memberi hadiah pada non muslim, namun baik nya hadiah tersebut merupakan hadiah yang umum dan bukan merupakan hadiah yang mensyiarkan kebiasaan agama lain dan juga tujuan saudara memberi hadiah ini di saat natal yaitu untuk sekedar mempererat hubungan dengan mereka, apakah itu keluarga atau teman, atau siapapun agar mereka tertarik pada kebaikan dan keramahan agama Islam maka hal ini khilaf, sebagian ulama memperbolehkan dan sebagian tetap mengharamkan.
    Demikian saudaraku yang kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dengan segala cita cita,
    Wallahu a’lam

  • Author
    Posts
  • #216092839
    Assalamualaikum warohmatulloh wabarokatuh
    Ustaz, saya beberapa kali melihat beberapa jama’ah pengajian ketika membaca surat al-Hasyr 21-24 meletakkan tangan kanannya di dahi/kepala. Apakah hal tersebut disunnahkan? Mohon penjelasannya.
    Terimakasih banyak.
    #216093471
    Waalaikum salam wr wb
    Saudaraku yang dimuliakan oleh Allah SWT
    Mengenai menaruh tangan kanan di ubun ubun (kepala bagian atas/dahi saat membaca ayat Law anzalna hadzal qur’an sampai akhir surat (Al Hasyr 21-24), adalah sunnnah Rasul saw, sebagaimana ketika ayat ini dibaca dihadapan beliau saw lalu Rasul saw bersabda : ?Taruhlah tanganmu dikepalamu, sungguh ketika turunnya ayat ini Jibril berkata kepadaku : taruhlah tanganmu dikepalamu, karena itu akan menyembuhkan segala penyakit, terkecuali penyakit yg membawa kematian. (Tafsir Durrul mantsur oleh Al Imam Alhafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi, Juz 8 hal 121 juga disebutkan dalam kitab tafsir bahrul madid) kendati haditsnya dha’if namun boleh diamalkan dalam keutamaan amal. Wallahu a’lam



“Nak, sudah adzan ayo segera sholat” seru seorang ibu.  “ Bentar bu masih panjang waktunya” seru anak pertama. “wah ibu berisik lagi seru game nya nihh” seru anak kedua. “aku males sholat, lagian buat apa juga sholat” seru anak lainnya.
Ungkapan-ungkapan seperti ini mungkin sering terdengar bagi orang tua yang sedang mendidik dan anak-anaknya untuk mengejarkan sholat. Kadang ada yang menunda, ada yang membantah, bahkan ada yang menolak. Betapa sakit hati orang tua ketika mendengar jawaban seorang anak ketika ia perintahkan untuk sholat.
Di sisi lain banyak orang tua yang sering kali lebih mementingkan seorang anaknya untuk selalu berprestasi di bidang pendidikan fomal, mencari uang hingga larut, menitipkan anak kepada pengasuh hingga tak pernah ada waktu untuk memantau dan mendidik anak untuk dekat serta menjalankan perintah Agama. Mulai dari hal sholat sampai amalan kecil untuk anak.
Lantas ? Siapa yang pantas disalahkan atas semua ini? Kapan mulai mendidik anak untuk sholat? Bagaimana cara untuk mendidiknya  sholat?
Memang di era global penting untuk mendidik kognitif anak agar mampu bersaing dengan zaman, namun apakah semua itu cukup? Tentu jawabanya tidak karena kemampuan anak tidak hanya ilmu pengetahuan kognitif saja melainkan kemampuan spiritual sangat diperlukan oleh anak. Semua ini telah dijawab oleh manusia pembawa kebenaran yakni Rasulullah SAW melalui sabdanya:

 مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ  (وصححه الألباني في "الإرواء"، رقم 247)
 “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun dan pukulah mereka jika tidak shalat saat berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa'u Ghalil, no. 247).
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bagi orang tua yaitu,
Kewajiban orang tua untuk mendidik anak untuk mengerjakan sholat
Anak merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tua. Maka, mendidik dan membina anak merupakan kewajiban bagi setiap orang tua. Karena anak terlahir di dalam dunia ini suci dan orang tua lah yang menggoreskan tinta untuk membentuk karakter anak untuk menjadi yang baik (sholeh maupun sholehah) atau justru menjadi buruk.
Salah satu hal yang harus diajarkan dan ditanamkan oleh orang tua kepada anak adalah sholat, karena sholat merupakan bentuk bukti ketaqwaan kepada Allah dan rasa syukur atas segala nikmat serta karunia-Nya. Selain itu dalam hadits diatas juga diperintahkan oleh Rasulullah SAW denga kata “perintahkanlah” maka kata perintah ini memiliki sifat wajib karena setiap perintah merupakan kewajiban untuk menjalankannya.
Imam As Syaukani pernah berkata “bahwa hadis di atas menunjukkan wajibnya orang tua untuk memerintahkan anaknya untuk mengerjakan sholat..”
Karena itu erupakan perintah maka ketika tidak menjalankannya maka akan di mintakan pertanggungjawaban atas perintah tersebut.
Seperti pada sabda Rasulullah SAW:
 “Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggung jawabannya” memiliki makna bahwa orang tua baik seorang ayah maupu ibu memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya dirumah terutama sholat.
Waktu yang tepat
Setelah mengetahui bahwa mendidik anak terutama hal sholat merupakan kewajiban bagi orang tua yang harus dijalankan selanjutnya hadis diatas juga menjelaskan waktu untuk mulai mendidik anak untuk sholat bagi orang tua. Dalam hadis diatas sudah jelas bahwa ketika anak sudah berusia tujuh tahun maka orang tua wajib memerintahkan anaknya untuk sholat. Dan karena ketika tujuh tahun sudah diperintahkan untuk sholat, maka sebelum usia tujuh tahun sebaiknya orang ua mulai mengenalkan kepada anak tentang sholat agar ketika kewajiban itu sudah ada pada diri seorang anak, anak tidak akan kesusahan untuk mengerjakannya.
Ada beberapa hikmah yang terkandung dalam angka tujuh pada hadis Rasulullah SAW, antaranya:
  • Anak pada usia tujuh tahun sudah mulai dapat lebih luas dalam lingkungan dan pengetahuannya maka harus di imbangi dengan nilai spiritualnya
  • Karena pada usia tujuh tahun merupakan Masa-masa emas bagi anak untuk belajar berbagai ketrampilan, maka ketika ia terampil dalam menjalankan shalat, Insya Allah akan dapat menjaga sholatnya saat ia tumbuh dewasa.Anak usia tujuh tahun mampu membedakan dan akan melakukan perbuatan yang diperintahkan orang tuanya untuk mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang tuanya, sehingga jika diperintahkan untuk shalat maka akan segera memenuhinya
Cara mendidik dan mengajarkannya
Setelah mengetahui kewajiban dan waktu untuk mendidik anak dalam mengerjakan sholat maka selanjutnya bagaimana cara mengajarkannya?
Pertama mendidiknya dengan cara mencontohkan untuk sholat. Karena seorang anak sangat mudah menirukan apa yang dilakuakan oleh orang terdekatnya terutama orang tuanya.
Kedua yakni dengan memerintahkan untuk sholat setelah orang tua mencotohkan kepada anak bahwa dirinya sholat, selanjutnya mengajak dan memerintahkan anak untuk sholat dengan disertai motivasi agar anak mau menjalankan sholat
Ketiga dengan memukulnya, namun memukul merupakan cara terakhir bagi orang tua ketika anak menolak mengerjakan sholat saat sudah sampai menginjak usia sepuluh tahun seperti yang ada pada hadis diatas. Sebelum memukul harus menempuh cara-cara lainnya terlebih dahulu yaitu seperti menasehati, kemudian memperingatkan dengan keras, memberi ancaman hukuman jika memang anak termasuk orang yang jera hanya dengan ancaman, setelah itu kalau cara tersebut tidak membuat jera barulah orang tua boleh memukul anaknya. Selain itu ada hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam memukul anaknya.
  • Tidak memukul lebuh dari sepuluh kali karena tujuannya membuatnya jera bukan menyakiti anak.
  • Tidak memukul wajah dan anggota badan yang vital seperti mata, hidung, telinga, perut dan kemaluan.
  • Tidak memukul saat emosi, karena ketika dalam keadaan emosi dan amarah akan membuat seorang sulit mengendalikan diri dan dikhawatirkan dapat secara brutal.


Citro Achmad Faisol.
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Dzikir Wirid
Dzikir Wirid
2. Ba’da shalat, imam tidak perlu baca wirid, dzikir dengan suara keras, cukup dalam
hati, dan imam ba’da shalat tidak perlu memimpin do’a bersama dengan jama’ah.
Imam dan jama’ah berdo’a sendiri - sendiri dalam hati.


Jawab:
Rasulullah saw bila selesai dari shalatnya berucap Astaghfirullah 3X lalu berdoa
”Allahumma antassalam, wa minkassalaam….dst” (Shahih Muslim hadits No.591,592) ,
juga teriwayatkan pada Shahih Bukhari dan lainnya.

Kudengar Rasulullah saw bila selesai shalat membaca : Laa ilaaha illallahu wahdahu Laa
syariikalah, lahulmulku wa lahulhamdu…dst dan membaca Allahumma Laa Maani’a
limaa a’thaiyt, wala mu’thiy…dst” (Shahih Muslim hadits No.593), juga teriwayatkan pada
Shahih Bukhari,

dan masih banyak puluhan hadits shahih yang menjelaskan bahwa Rasul
saw berdzikir selepas shalat dengan suara keras, sahabat mendengarnya dan mengikutinya,
hal ini sudah dijalankan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, lalu Tabi’in dan para Imam
dan Muhadditsin tak ada yang menentangnya.

Mengenai doa bersama – sama, Demi Allah tak ada yang mengharamkannya, tidak pada
Alqur’an, tidak pada hadits shahih, tidak Qaul sahabat, tidak pula pendapat Imam Madzhab,
dan para sahabat sendiri meng-aminkan doa - doa Rasul saw.

From : Kenalilah Aqidahmu 2 - Habib Munzir Almusawa

II.4.1 DALAM HAL SHOLAT
sholat
Sholat


1. Agar meninggalkan kebiasaan membaca Usholi dengan suara keras. Karena niat itu
pekerjaan hati, cukup dalam hati saja.

Jawab:
Hal ini merupakan ijtihad Imam Syafii Rahimahullah, ia mengatakan demikian demi
menafikan segala kerisauan seorang muslim yang biasanya muncul saat ia shalat bahwa
apakah ia sudah berniat saat awal shalat atau belum, hal yang sangat sering terjadi ini sangat
mengganggu konsentrasi khusyu orang yang shalat, maka hal itu sirna dengan perbuatan
tersebut.


Juga dalam hal itu terdapat maksud agar kita lebih fokus dalam melakukan shalat untuk
menghadap Allah swt, dan inilah fokus atau konsentrasi yang terpenting dari semua yang
perlu padanya konsentrasi, dan hal ini bukan hal yang mungkar, justru hal – hal baik yang
menuntun pada kesempurnaan hal – hal yang wajib adalah sunnah hukumnya.


Barangkali anda belum mengenal siapa imam syafii, Imam Syafii adalah Imam besar yang
lahir pada tahun 150 H, beliau adalah murid Hujjatul Islam Al Muhaddits Al Imam Malik
rahimahullah, beliau sudah Hafidh Alqur’an sebelum usia baligh, dan ia sudah melewati
derajat Al Hafidh dimasa mudanya, yaitu telah hafal 100.000 hadits dengan sanad dan matan,
dan beliau telah pula melewati derajat Al Hujjah dimasa dewasanya, yaitu hafal 300.000
hadits dengan sanad dan matan, dan beliau kemudian terus memperdalam syariah dan hadits
hingga diakui oleh para Muhadditsin sebagai Imam. Dan salah satu murid beliau sendiri
yaitu Imam Hanbali (Ahmad bin Hanbal) hafal 1.000.000 hadits dengan sanad dan matan,
dan murid Imam Syafii banyak yang sudah menjadi Muhaddits dan Imam pula, ratusan
para Muhaddits dan Imam yang juga bermadzhabkan syafii jauh setelah beliau wafat,
diantaranya Alhafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi, Hujjatul Islam Al Imam
Syarafuddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawi, Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar
Al Atsqalaniy dan Imam – Imam lainnya. Maka sangkalan anda batil karena anda hanya
menyangkal tanpa ilmu, bukan seorang Mujtahid, apalagi Muhaddits, mengenai penggunaan
lafadh itu sudah muncul dalam kalangan Imam Madzhab, maka yang bermadzhabkan syafii
boleh menggunakannya, dan tak satupun dalil atau ucapan para Imam dan muhadditsin yang
mengharamkannya, lalu bagaimana anda mengharamkannya?

From : Kenalilah Aqidahmu 2 - Habib Munzir Al Musawa

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget